Prijo Atmodjo
Prijo Atmodjo
  • May 26, 2022
  • 7003

BPR Bank Kota Kediri Gandeng Kejaksaan Atasi 53 Debitur Nakal

BPR Bank Kota Kediri Gandeng Kejaksaan Atasi 53 Debitur Nakal
Popy Setyaningrum Dirut PD.BPR Bank Kota Kediri (Dari kiri), Novika M.R Kajari Kota Kediri, Nur Ngali Kasi Pidsus dan Harry Rachmat Kasi Intel Kejari Kota Kediri. (prijo atmodjo)

KEDIRI - Kasus perkara Perumda BPR Bank Kota Kediri tahun 2016 yang sudah ditetapkan dua terpidana yakni, IH, yang merupakan mantan Account Officer (AO) dari PD BPR Kota Kediri dan IR warga Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. IR merupakan debitur dari PD BPR Bank Kota Kediri.

Korps Adhyaksa Kota Kediri terus melakukan pengembangan perkara  setelah melihat fakta persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Sehingga, Kejaksaan melanjutkan perkara BPR Bank Kota Kediri masuk ke tahap penyidikan. 

Kepala Kejaksaan Negeri Kota Kediri Novika Muzairah Rauf menegaskan, bahwa pada saat persidangan perkara kasus BPR Bank Kota Kediri tahun 2016, dilanjutkan dengan pengembangan kasus masuk ke tahap penyidikan, yang nanti akan mengarah ada tersangaka baru. 

Namun, Novika enggan menyebutkan tersangka baru. "Tunggu konferensi pers selanjutnya. Sampai saat ini belum ditetapkan tersangka. Jadi masih masuk ke tahap penyidikan, " tegas Novika mantan Kasi Datun Kejati D.I.Y usai konferensi pers di aula Heritage Kejaksaan Kota Kediri, Rabu (25/5/2022) siang. 

Di singgung terkait SKK dari 53 debitur kredit macet. Ditegaskan Novika bahwa selama debitur masih bisa ditagih dan mau mengembalikan uangnya ke BPR Bank Kota Kediri. 

"Kecuali, kalau ada debitur jika ditemukan adanya penyimpangan, akan kita masukkan ke ranah Pidsus, "tegas Novika. 

Sementara itu, Popy Setyaningrum selaku Direktur Utama Perumda BPR Bank Kota Kediri mengatakan, bahwa tahun ini, BPR Bank Kota Kediri menggandeng pihak Kejaksaan melalui Datun terkait diterbitkan Surat Kuasa Khusus (SKK) untuk 53 debitur yang macet bayar dengan total Rp 5, 9 miliar. 

"Sedangkan, tahun lalu diterbitkan SKK untuk 10 debitur dengan total yang belum terbayar sebesar Rp 1, 5 miliar, namun ada juga yang kita tagih sendiri dan ada juga yang kita gugat di Pengadilan, pada intinya biar uang cepat kembali ke BPR Bank Kota Kediri, " ujarnya. 

Lanjut Popy selama ini kesulitan yang dirasakan dalam menghadapi debitur yang macet bayar, dikarenakan terlalu lama tidak tertagih. 

Jadi dari 53 debitur yang sudah kita terbitkan SKK yang sesuai prosedur masuknya ke ranah Datun, namun kalau debitur yang tidak sesuai prosedur masuknya ke ranah Pidsus. 

Dari sekian debitur yang memberikan jaminan fiktif mudah-mudahan tidak ada. Semoga dengan kerjasama dengan Kejaksaan, mereka para debitur takut dan mau bayar ke BPR Bank Kota Kediri. 

Upaya yang dilakukan sejak awal masuk di BPR Kota Kediri. Popy menuturkan kita lakukan pengihan sendiri ke debitur. Namun kalau debitur tidak bayar akan kita ambil langkah eksukusi, bahkan sampai melakukan gugatan perdata ke Pengadilan kadang sampai langkah ke lelang. 

"Untuk menghindari jaminan sertifikat fiktif dari debitur, kita sebelumhya melakukan pengecekan sertifikat ke BPN yang dijadikan anggunan di BPR Kota Kediri. Hal itu menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan dikemudian hari, " tutup Popy. 

Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Kota Kediri Nur Ngali menjelaskan, bahwa kasus BPR Bank Kota Kediri tahun 2016 yang sudah ditetapkan dua terpidana. 

Sampai saat ini, perkara kasus BPR Bank Kota Kediri masih bergulir, bahkan masuk ke tahap penyidikan. Setelah melihat fakta persidangan, sehingga pada tanggal 13 Mei 2022 untuk perkara BPR Bank Kota Kediri masuk tahap ke penyidikan untuk mencari para tersangka baru. 

Dijelaskan Nur Ngali terkait perkara hutang piutang kok bisa masuk tindak pidana korupsi. Nur Ngali menjelaskan agar tidak terjadi salah paham. Debitur yang mengajukan pinjaman ke BPR Bank Kota Kediri telah ditemukan ada unsur melawan hukum. 

"Dimana debitur tidak sesuai prosedur dalam proses mengajukan anggunan ke BPR Bank Kota Kediri. Seperti, tanpa didukung sertifikat masih terikat dengan pihak lain dan besarnya pinjaman tidak sepadan dengan sertikat yang di jaminkan, " tutup Nur Ngali. 

Penulis :
Bagikan :

Berita terkait

MENU